Pesawat intai jenis Global Hawk seperti inilah yang akan ditempatkan di Pulau Cocos, Australia. (Foto: defensetech.org)
JAKARTA - Pemerintah Indonesia mengirim nota protes kepada pemerintah Australia dan Amerika Serikat dan meminta penjelasan tentang rencana pembangunan pangkalan militer AS di Australia.
Pangkalan AS yang akan dibangun kabarnya akan ditempatkan di Pulau Cocos, yang hanya berjarak sekitar 3.000km sebelah barat daya Jakarta.
Dan menurut rencana di pangkalan itu, Amerika Serikat akan menempatkan pesawat-pesawat intai tak berawaknya.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Brigjen Hartind Asrin mengatakan untuk menghindari kesalahpahaman sebaiknya pemerintah Australia dan AS segera menjelaskan tujuan pembangunan pangkalan itu.
"Secara prinsip Indonesia tidak memiliki wewenang untuk ikut campur dalam rencana mereka. Namun, kami meminta mereka menjelaskan tujuan menempatkan pesawat tak berawak dekat wilayah Indonesia," kata Asrin seperti dikutip Reuters.
Asrin menambahkan upaya untuk memperjelas masalah ini didasarkan pada keinginan untuk menjaga hubungan baik dan rasa saling percaya antara Indonesia dengan Australia dan AS.
"Tujuan utama kami adalah menghindarkan adanya salah paham dan salah kalkulasi di lapangan," lanjut dia.
Pulau Cocos
Sebelumnya pada Rabu (28/3) Menteri Pertahanan Australia Stephen Smith mengatakan kemungkinan AS menggunakan Pulau Cocos yang terpencil sebagai pangkalan militer AS.
Namun rencana ini tidak menjadi perhatian utama dan tidak menjadi bagian rencana besar penguatan hubungan militer antara Canberra dan Washington.
"Kami menilai Cocos sebagai lokasi yang bernilai strategis untuk jangka panjang," kata Smith.
Sementara itu, harian The Washington Post menyatakan Amerika Serikat tertarik menggunakan Pulau Cocos sebagai pangkalan pesawat-pesawat intai dalam melakukan pengawasan di Kepulauan Spratly yang diperebutkan sejumlah negara.
Menurut Washington Post, Amerika Serikat menilai Pulau Cocos tak hanya ideal untuk pangkalan pesawat-pesawat tempur berawak namun juga untuk pesawat-pesawat tak berawak yang dikenal dengan nama Global Hawk.
Apalagi Angkatan Laut AS kini tengah mengembangkan Global Hawk model terbaru yang disebut pesawat intai kawasan maritim luas (BAMS) yang dijadwalkan beroperasi pada 2015.
Keuntungan AS
Kementerian Pertahanan Indonesia belum menganggap pesawat-pesawat intai itu merupakan ancaman bagi keamanan Indonesia.
"Namun jika kami mendapati satu pesawat itu memasuki wilayah Indonesia tanpa izin, maka angkatan udara kami akan melakukan pencegatan," tegas Asrin.
Namun pengamat masalah militer dari Universitas Indonesia Andi Widjajanto mengatakan Amerika Serikat sudah merencanakan penguatan pengaruh mereka di Asia Pasifik sejak lama.
Itulah sebabnya Amerika Serikat mendirikan pangkalan-pangkalan militer di Guam, Darwin dan Singapura.
"Tak bisa dihindari lagi wilayah Indonesia akan dimasuki karena pesawat-pesawat pengintai AS ini sangat sulit dilacak dan mereka memiliki kemampuan melakukan pengintaian tanpa henti," kata Andi.
Dia menambahkan AS memiliki keuntungan hukum jika suatu saat mereka melintasi wilayah Indonesia, karena Indonesia belum meratifikasi Konvensi PBB tahun 1982 tentang Hukum Laut (UNCLOS).
Kondisi ini memungkinkan AS menembus wilayah abu-abu Indonesia seperti kepulauan Natuna, yang berdekatan dengan lokasi Kepulauan Spratly.
Sumber : BBC.CO.UK
No comments:
Post a Comment